Main Facebook dapat DUIT dapat PULSA, sekaligus Sedekah ^_^ Dengan cara yang halal, sesuai syariah

Assalamualaikum Wr. Wb.


Di kesempatan ini, Jika teman-teman tidak keberatan, Mohon izinkan saya memperkenalkan sebuah bisnis yang syar'i dan insyaAlloh berkah.

======================================
Main facebook, dapat duit, dapat pulsa sekaligus sedekah ^_^
======================================

Silahkan teman-teman baca dulu di sini,


www.income-syariah.com/?id=affanbasyaib


Jika teman-teman berminat, silahkan mendaftar disini


www.income-syariah.com/ordernext.php


jika sudah selesai mendaftar, Silahkan teman-teman langsung sms di di 082143 11 22 33, sms dengan format >> nama-id-kota.

contoh : nadia hikmah- nadia -jakarta

InsyaAlloh account teman-teman akan langsung di aktifkan oleh TIM PENGELOLA INCOME SYARIAH (maximal 12 jam).

Investasi pendaftaran sebesar 40rb

setelah account teman-teman di aktifkan, silahkan teman-teman lengkapi data No Rekening Bank / HP yang nantinya akan mendapat transferan pulsa.

Dan teman-teman akan mendapat website dengan ID masing-masing, misalkan ukhti nadia hikmah memakai id=nadia jadi websitenya adalah

www.income-syariah.com/?id=nadia


Trus bagaimana cara kerjanya ? sederhana sekali, teman-teman tinggal copy paste aja website dengan id milik teman-teman masing-masing (seperti diatas) letakkan di bawah foto profile facebook, seperti facebook saya, nanti silahkan nanti teman-teman silaturahim di facebook saya ya ^_^

( www.facebook.com/profile.php?id=1507159454

atau bisa juga setiap membuat status baru, silahkan ketik websitenya dibawah status itu, seperti status saya saat ini (kemungkinan di klik lebih besar, karena akan muncul di beranda dan dilihat oleh seluruh teman kita di fb)

Nanti setiap ada yang mengklik websitenya teman-teman dan akhirnya tertarik untuk membeli produk-produk income syariah, maka ia wajib sedekah dulu sebesar 10rb dengan mentransfernya langsung ke Dompet Duafa, Rumah zakat atau lainya. lalu 20rb akan di trasnfer ke rekening teman-teman/bisa juga berupa pulsa sebesar 20rb,Dan sisanya 10rb untuk kami TIM PENGELOLA INCOME SYARIAH.

Semua transaksi itu terjadi secara secara otomatis oleh sistem income-syariah, tanpa teman-teman menyadarinya, langsung masuk ke Rekening atau HP (pulsa).

Bahkan ketika teman-teman terbaring sakit dan tidak sempat membuka facebook. Selama facebook teman-teman ada yang melihat sehingga ada yang meng-klik website milik teman-teman dan terjadi transaksi, maka secara otomatis uang atau pulsa akan masuk ke rekning dan HP teman-teman masing-masing, meskipun tanpa kalian sadari.

Misalkan sehari ada 3 teman facebook yang mengklik website teman-teman dan ketiganya berminat untuk berinvestasi di income syariah (dengan ikhlas dan tanpa paksaan), maka teman-teman akan mendapat pasif income sebesar 20rb x 3 = 60rb. dan jika dalam sebulan 30 hari x 60rb = Rp. 1.800.000 Subhanalloh . . . Rizki yang halal dan dan InsyaAlloh berkah, dan itu langsung masuk ke rekening teman-teman, bahkan tanpa kalian sadari, karena itulah kami namakan ini pasif income yang halal, sesuai syariah dan InsyaAllah berkah.

Bisnis income-syariah ini halal, sesuai syariah, karena ini adalah bisnis jual beli yang saling menguntungkan dan tidak ada yang dirugikan. Ada produk yang bisa dirasakan manfaatnya,bahkan investasi senilai 40rb itu sangat murah sekali dibandingkan dengan manfaat yang akan diperoleh dari produk income syariah, bukan hanya manfaat dunia, namun juga manfaat di akhirat nanti.

Ada Ebook Belajar cepat menerjemah Al Qur'an, Ebook ini akan mengajarkan kita belajar bahasa arab step by step agar mudah di fahami, bahkan untuk mereka yang belum pernah belajar bahasa arab, InsyaAlloh akan lebih mudah memahaminya, dalam waktu kurang lebih 10 jam, InsyaAlloh bisa menerjemah Al Qur'an, meskipun tidak langsung lancar, Namun kami berani jamin, yang sebelumnya sama sekali tidak mengerti bahasa Arab dan selama ini hanya mengaji saja dan tidak tau Artinya sama-sekali, InsyaAlloh dengan E-Book ini Anda akan bisa mengerti artinya, meskipun bertahap.

Semakin sering kita mempelajarinya maka akan semakin lancar Anda dalam menerjemah Al Qur'an. InsyaAlloh mulai saat ini, pahala mengaji kita semakin banyak, karena tidak hanya mengaji, tapi juga sedikit-sedikit mulai memahami artinya. dan tentu semua dengan Izin Alloh, metode ini hanya ikhtiar kita, namun Allohlah yang membuka pintu ilmu dan kefahaman di hati kita, semoga Alloh memudahkan kita memahami FirmanNya dan Hadis Rasulnya melalui bahasa penghuni syurga ini, Amin Allohumma Amin.

Kemudian Ebook dan Video-Book Menaklukkan Phobia dalam hitungan menit. dengan Teknik SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE, kalau ikut seminarnya di hotel mahal sekali, sekitar 3 Juta ^_^ benar saya tidak berbohong teman-teman. InsyaAlloh teman-teman kita yang membeli produk di income syariah (yang otomatis berinvestasi) akan mendapat informasi dan poin-poin penting yang hampir sama dengan seminarnya.

Ada juga Audio-Book "Hipnotis For Super PD". Kebanyakan diantara kita takut jika disuruh tampil dan bicara di depan umum, grogi, keringat bercucuran, expresi muka nggak karuan, tegang dll kita tidak tau kenapa hal itu terjadi, dan tentu kita tidak ingin hal itu terjadi, namun mengapa kita tidak bisa secara sadar mengontrol diri kita agar tetap tenang dan stay cool ^_^ itu karena sudah lama tertanam dia lam bawah sadar kita pikiran-pikiran negatif, sehingga tanpa kita sadari, kita berperilaku seperti itu.

Romy Rafael, Sang Master Hipnotis Terbaik di Indonesia, membantu kita mencabut pikiran negatif yang sudah tertanam dalam pikiran bawah sadar kita, hingga ke akar-akarnya. Sehinga kita menjadi pribadi yang lebih PD dan lebih tenang dan lebih menyenangkan dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman-teman kita, juga saat kita 'diharuskan' untuk tampil di depan umum, InsyaAlloh. Kita bisa menyimpan suara ini di HP dan membagikan lewat bloothut pada saudara atau sahabat kita yang memiliki sifat pendiam dan pemaluan, percayalah, ini adalah hadiah terbaik dalam hidup mereka.

Jika Kita meminta Bantuan Psikolog/Psikiater, ratusan ribu bahkan mungkin jutaan uang yang akan kita keluarkan untuk sesi-sesi konsultasi rutin. Tapi di income syariah, kita hanya berinvestasi sebesar 40.000 dan IsnyaAloh investasi kita ini akan kembali dan akan terus bertambah, hanya dengan bermain facebook, memperbarui status, me-like status teman, ngasih comment atau mentag foto seperti biasanya...

Selain itu juga ada produk HIPNOTIS FOR STOP SMOKING, juga suara Romy Rafael, kita bisa menyimpannya di HP dan menghadiahkannya kepada saudara, atau Ayah kita yang perokok berat. Mungkin mereka ingin sekali untuk berhenti dari kebiasaan yang merugikan diri sendiri dan orang-orang yang disayanginya, termasuk buah hati mereka yang mau tidak mau juga 'terpaksa' menghirup racun nikotin dari asap rokok ayahnya. Semoga Audio-Book dari Income syariah ini bisa membantu menghilangkan kebiasaan buruk dan merugikan diri sendiri dan orang lain, berhenti dan tak kembali lagi. Jika nanti sudah berhenti merokok, uangnya bisa digunakan untuk hal-hal yang jauh lebih bermanfaat, InsyaAlloh.

juga produk-produk lainnya yang insyaAlloh bermanfaat juga untuk dunia akhirat kita, dan InsyaAlloh akan terus akan kami tambah dengan produk-produk yang baru lainnya yang juga tidak kalah bermanfaatnya . . .

Jadi, tidak ada yang dirugikan disini, pembeli (yang secara otomatis berinvestasi dan bersedekah) pasti akan merasakan manfaat dari produk income syariah. Selain itu kita juga mengajak saudara-saudara kita untuk bersedekah (tentu kita harus memulainya terlebih dahulu, meskipun hanya Rp.10.000 , InsyaAloh itu yang membuat Rizqi kita lebih berkah), dan pasti kita juga Akan mendapatkan pahala sedekah sebanyak yang mengikuti tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.

Seperti hadis Rasululloh : " BARANGSIAPA MENGAJAK KEPADA KEBAIKAN, MAKA IA AKAN MENDAPATKAN PAHALA KEBAIKAN SEBANYAK YANG MENGIKUTINYA, TANPA MENGURANGI PAHALA MEREKA SEDIKITPUN" Subhanalloh . . . So, InsyaAlloh Halal, sesuai syariah dan Berkah ^_^

Silahkan jika teman-teman mau menginformasikan hal ini kepada 3 max 5 orang saudara atau sahabat.

Semoga ini bisa menjadi jalan Rizki kita yang halal dan berkah, dan bisa menjadi amal jariah kita semua, InsyaAlloh.

Akhirnya, saya ucapkan terimakasih banyak kapada antum semua, karena telah bersedia meluangkan waktu untuk membaca massage ini, jazakumulloh khoiron katsiiroo

Mohon maafkan saya, jika ada kata-kata saya yang kurang berkenan dihati teman-teman, Al Afwu Minkum.

Wabillahi taufiq Wal hidayah, Wassalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.
Selengkapnya...

Kisah sahabiyyah: Ummu Salamah radhiyallahu 'anha

Ummu Salamah adalah seorang Ummul-Mukminin yang berkepribadian kuat, cantik, dan menawan, serta memiliki semangat jihad dan kesabaran dalam menghadapi cobaan, lebih-lebih setelah berpisah dengan suami dan anak-anaknya. Berkat kematangan berpikir dan ketepatan dalam mengambil keputusan, dia mendaparkan kedudukan mulia di sisi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.. Di dalam sirah Ummahatul Mukminin dijelaskan tentang banyaknya sikap mulia dan peristiwa penting darinya yang dapat diteladani kaum muslimin, baik sikapnya sebagai istri yang selalu menjaga kehormatan keluarga maupun sebagai pejuang di jalan Allah.

Nama sebenarnya Ummu Salamah adalah Hindun binti Suhail, dikenal dengan narna Ummu Salamah. Beliau dibesarkan di lingkungan bangsawan dari Suku Quraisy. Ayahnya bernama Suhail bin Mughirah bin Makhzurn. Di kalangan kaumnya, Suhail dikenal sebagai seorang dermawan sehingga dijuluki Dzadur-Rakib (penjamu para musafir) karena dia selalu menjamu setiap orang yang menyertainya dalam perjalanan. Dia adalah pemimpin kaumnya, terkaya, dan terbesar wibawanya. Ibu dari Ummu Salamah bernama Atikah binti Amir bin Rabi’ah bin Malik bin Jazimah bin Alqamah al-Kananiyah yang berasal dari Bani Faras.

Demikianlah, Hindun dibesarkan di dalam lingkungan bangsawan yang dihormati dan disegani. Kecantikannya meluluhkan setiap orang yang melihatnya dan kebaikan pribadinya telah tertanam sejak kecil.

Pernikahan dan Perjuangannya

Banyak pemuda Mekah yang ingin mempersunting Hindun, dan yang berhasil menikahinya adalah Abdullah bin Abdul Asad bin Hilal bin Abdullah bin Umar bin Makhzum, seorang penunggang kuda terkenal dari pahlawan-pahlawan suku Bani Quraisy yang gagah berani. Ibunya bernama Barrah binti Abdul-Muththalib bin Hasyim, bibi Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. Abdullah adalah saudara sesusuan Nabi dari Tsuwaibah, budak Abu Lahab. Mereka hidup bahagia, dan rumah tangga mereka diliputi kerukunan dan kesejahteraan.

Tidak lama setelah itu, dakwah Islam menarik hati mereka sehingga mereka memeluk Islam dan menjadi orang-oramg pertama yang masuk Islam. Begitu pula dengan Hindun, dia tergolong orang-orang yang pertama masuk Islam, dan bersama suaminya memulai perjuangan dalam hidup mereka.

Orang-orang Quraisy selalu mengganggu dan menyiksa kaum muslimin agar mereka meninggalkan agama Islam dan kembali ke agama nenek moyang mereka. Melihat kondisi seperti itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mengizinkan mereka untuk hijrah ke Habasyah, sehingga mereka disebut sebagai kaum muhajirin yang pertama. Mereka menetap di Habasyah, dan di sana Hindun melahirkan anak-anaknya: Zainab, Salamah, Umar, dan Durrah.

Setelah beberapa lama, mereka berniat kembali ke Mekah, terutama setelah mendengar keislaman dua tokoh penting Quraisy, Umar bin Khaththab dan Hamzah bin Abdul-Muththalib. Akan tetapi, ternyata penyiksaan masih terus berlangsung, bahkan bertambah dahsyat. Untuk menjaga kehormatan diri dan keluarganya, Abu Salamah meminta perlindungan dari Abu Thalib (paman Nabi) dari siksaan kaumnya, yaitu Bani Makhzum, dan Abu Thalib menyatakan perlindungannya.

Cobaan Datang

Karena orang-orang Quraisy masih saja menyiksa kaum muslimin, akhirnya Allah membuka hati penduduk Madinah untuk menerima Islam. Kemudian Rasulullah mengizinkan kaum muslimin untuk hijrah ke sana, baik secara kelompok maupun perseorangan. Abu Salamah, istri, dan anaknya (Salamah) hijrah ke sana. Di tengah perjalanan mereka dihadang oleh kaum Bani Makhzum (kaumnya Ummu Salamah) yang kemudian merampas serta menyandera Ummu Salamah. Keluarga Abu Salamah (Bani Asad) ikut campur tangan dan mereka menolak menyerahkan Salamah, bahkan si anak dirampas dan dijauhkan dari ibunya. Sedangkan Bani Makhzum menculik Ummu Salamah dan dipenjara. Adapun Abu Salamah dibiarkan ke Yatsrib dengan hati penuh kesedihan karena harus berpisah dengan istri dan anaknya.

Keadaan demikian berjalan kurang lebih setahun lamanya. Ummu Salamah terus-menerus menangis karena kecewa atas perbuatan kaumnya, sehingga akhirnya ada seorang laki-laki dari kaumnya yang merasa iba dan membiarkan Ummu Salamah menyusul suaminya di Madinah. Adapun Bani Asad menyerahkan kembali putranya, Salamah, kepadanya. Akan tetapi, banyak rintangan yang harus dia hadapi, dan berkat keimanan dan keinginan yang kuat, dia mampu mengatasi semua itu dan tiba di Madinah.

Pesan Abu Salamah untuk Istrinya

Dalam membela Islam, peran Abu Salamah sangat besar. Dia dikenal berani dalam berperang. Rasulullah menghargainya dengan mengangkatnya sebagai wakil Rasulullah di Madinah ketika beliau pergi memimpin pasukan dalam perang Dzil Asyirah pada tahun kedua hijriah. Abu Salamah ikut dalam Perang Badar dan Uhud. Ketika dalam perang Uhud, Abu Salamah mengalami luka yang cukup parah dan nyaris meninggal, namun beberapa saat kemudian dia sembuh.

Setelah Perang Uhud, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mencrima berita bahwa Bani Asad hendak menyerang kaum muslimin di Madinah. Sebelum mereka menyerang, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. berinisiatif mendahului mereka. Dalam misi ini, beliau menunjuk Abu Salamah untuk memimpin pasukan yang berjumlah seratus lima puluh orang dan di dalamnya terdapat Saad bin Abi Waqash, Abu Ubaidah bin Jarrah, Amir bin Jarrah, dan yang lainnya. Pasukan diarahkan ke Bukit Quthn, tempat mata air Bani Asad. Kemenangan gemilang diraih oleh pasukan Abu Salamah, dan mereka kembali ke Madinah dengan membawa banyak harta rampasan perang. Di Madinah, luka-luka Abu Salamah karnbuh sehingga dia harus beristirahat beberapa waktu. Ketika sakit, Rasulullah selalu menjenguk dan mendoakannya.

Ummu Salamah selalu mendampingi suaminya yang sedang dalam keadaan sakit sehingga dia merawat dan menjaganya siang dan malam. Suatu hari, demam Abu Salamah menghebat, kemudian Ummu Salamah berkata kepada suaminya, “Aku mendapat benita bahwa seorang perempuan yang ditinggal mati suaminya, kemudian suaminya masuk surga, istrinya pun akan masuk surga, jika setelah itu istrinya tidak menikah lagi, dan Allah akan mengumpulkan mereka nanti di surga. Demikian pula jika si istri yang meninggal, dan suaminya tidak menikah lagi sepeninggalnya. Untuk itu, mari kita berjanji bahwa engkau tidak akan menikah lagi sepeninggalku, dan aku berjanji untukmu untuk tidak menikah lagi sepeninggalmu.” Abu Salamah berkata, “Maukah engkau menaati perintahku?” Dia menjawab, “Adapun saya bermusyawarah hanya untuk taat.” Abu Salamah berkata, “Seandainya aku mati, maka menikahlah.” Lalu dia berdoa kepada Allah ”Ya Allah, kurniakanlah kepada Ummu Salamah sesudahku seseorang yang lebih baik dariku, yang tidak akan menyengsarakan dan menyakitinya.”

Pada detik-detik akhir hidupnya, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. selalu berada di samping Abu Salamah dan senantiasa memohon kesembuhannya kepada Allah. Akan tetapi, Allah berkehendak lain. Beberapa saat kemudian maut datang menjemput. Rasulullah menutupkan kedua mata Abu Salamah dengan tangannya yang mulia dan bertakbir sembilan kali. Di antara yang hadir ada yang berkata, “Ya Rasulullah, apakah engkau sedang dalam keadaan lupa?” Beliau menjawab, “Aku sama sekali tidak dalam keadaan lupa, sekalipun bertakbir untuknya seribu kali, dia berhak atas takbir itu.” Kemudian beliau menoleh kepada Ummu Salamah dan bersabda, “Barang siapa yang ditimpa suatu musibah, maka ucapkanlah sebagaimana yang telah dperintahkan oleh Allah, ‘Sesungguhnya kita milik Allah, dan kepada-Nyalah kita akan dikembalikan. Ya Allah, karuniakanlah bagiku dalam musibahku dan berilah aku ganti yang lebih baik daripadanya, maka Allah akan melaksanakannya untuknya.”

Setelah itu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. berdo’a: “Ya Allah, berilah ketabahan atas kesedihannya, hiburlah dia dari musibah yang menimpanya, dan berilah pengganti yang lebih baik untuknya.”

Abu Salamah wafat setelah berjuang menegakkan Islam, dan dia telah memperoleh kedudukan yang mulia di sisi Rasulullah. Sepeninggal Abu Salamah, Ummu Salarnah diliputi rasa sedih. Dia menjadi janda dan ibu bagi anak-anak yatim.

Setelah wafatnya Abu Salarnah, para pemuka dari kalangan sahabat bersegera meminang Ummu Salamah. Hal ini mereka lakukan sebagai tanda penghormatan terhadapat suaminya dan untuk. melindungi diri Ummu Salamah. Maka Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin al-Khaththab meminangnya, tetapi Ummu Salamah menolaknya.

Pada saat dirundung kesedihan atas suami yang benar-benar dicintainya serta belum mendapatkan orang yang lebih baik darinya, ia didatangi oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. dengan maksud menghiburnya dan meringankan apa yang dialaminya. Rasulullah berkata kepadanya, “Mintalah kepada Allah agar Dia memberimu pahala pada musibahmu serta menggantikan untukmu (suami) yang lebih baik.” Ummu Salamah bertanya, “Siapa yang lebih baik dan Abu Salamah, wahai Rasulullah?”

Di Rumah Rasulullah.

Rasulullah mulai memikirkan perkara Ummu Salamah, seorang mukminah mujahidah yang memiliki kesabaran, dan Ummu Salamah pun telah menolak lamaran dua sahabatnya, Abu Bakar dan Umar. Rasulullah pun berpikir dengan penuh pertimbangan dan kasih sayang untuk tidak membiarkannya larut dalam kesedihan dan kesendirian.

Dalam keadaan seperti itu Rasulullah mengutus Hathib bin Abi Balta’ah menemui Ummu Salarnah dengan maksud meminangnya untuk beliau. Maka oleh Ummu Salamah diterimanya pinangan tersebut. Bagaimana mungkin baginya untuk tidak menerima pinangan dari orang yang lebih baik dari Abu Salamah, bahkan lebih baik dan semua orang di dunia.

Dengan perkawinan tersebut maka Ummu Salamah termasuk kalangan Ummahatul- Mukminin, dan oleh Rasulullah ia ditempatkan di kamar Zainab binti Khuzaimah yang digelari Ummul-Masakiin (ibu bagi orang-orang miskin) sampai Ummu Salamah meninggal dunia.

Hal itu diceritakan oleh Ummu Salamah kepada kami. Ia berkata, “Aku dipersunting oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam., lalu aku dipindahkan dan ditempatkan di rumah Zainab (ummul- masakiin).”

Beberapa keistimewaan yang dimiliki Ummu Salamah adalah ketajaman logika, kematangan berpikir, dan keputusan yang benar atas banyak perkara. Karena itu, ia memiliki kedudukan yang agung di sisi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam., seperti interaksinya dengan para Ummahatul-Mukminin yang merupakan interaksi yang diliputi rasa kasih sayang dan kelemahlembutan.

Kedudukannya yang Agung

Di antara perkara yang menunjukkan kedudukannya yang tinggi di sisi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam adalah apa yang diceritakan Urwah bin Zubair “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menyuruh Ummu Salamah melaksanakan shalat shubuh di Mekah pada hari penyembelihan (qurban) — padahal saat itu merupakan hari (giliran)nya. Oleh sebab itu, Rasulullah merasa senang atas kesetujuannya.”

Begitu juga hadits Ummi Kulsum binti Uqbah yang dimasukkan oleh Ibnu Sa’ad dalam (kitab) Thabaqat-nya. Ummi Kultsum berkata, “Tatkala Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. menikahi Ummu Salamah, belau berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya aku menghadiahkan untuk Raja Najasyi sejumlah bejana berisikan minyak wangi dan selimut. Akan tetapi, aku bermimpi bahwa Raja Najasyi itu telah meninggal dunia, kemudian hadiah yang kuberikan kepadanya dikembalikan kepadaku. Karena dikembalikan kepadaku, maka barang tersebut menjadi milikkü.”

Sebagaimana yang dikatakan Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam., Raja Najasyi meninggal dunia, dan hadiah tersebut dikembalikan kepadanya. Lalu beliau memberikan kepada setiap istrinya masing-masing satu uqiyah (1/2 liter Mesir) dan beliau memberi (sisa) keseluruhannya serta selimut kepada Ummu Salamah.

Setelah Ummu Salamah menjadi istrinya, Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. memasukkannya dalam kalangan ahlul-bait. Di antara riwayat tentang masalah tersebut adalah bahwasanya pernah pada suatu hari Rasulullah berada di sisi Ummu Salamah, dan anak perempuan Ummu Salamah ada di sana. Rasulullah kemudian didatangi anak perempuannya, Fathimah azZahra, disertai kedua anaknya, Hasan dan Husain r.a., lalu Rasullah memeluk Fathimah dan berkata, “Semoga rahmat Allah dan berkah-Nya tercurah pada kalian wahai ahlul-bait. Sesungguhnya Dia Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia.”

Lalu menangislah Ummu Salamah. Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menanyakan tentang penyebab tangisnya itu. Ia menjawab, “Wahai Rasulullah, engkau mengistimewakan mereka sedangkan aku dan anak perempuanku engkau tinggalkan. Beliau bersabda, “Sesungguhnya engkau dan anak perempuanmu termasuk keluargaku.”

Anak perempuan Ummu Salamah, Zainab, tumbuh dalam peliharaan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. ia termasuk di antara wanita yang memiliki ilmu yang luas pada masanya.

Sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mempersunting Ummu Salamah, wahyu pernah turun kepada Rasulullah di kamar Aisyah, yang dengan hal itu Aisyah membanggakannya pada istri-stri beliau yang lain. Maka setelah Rasulullah menikahi Ummu Salamah, wahyu turun kepadanya ketika beliau berada di kamar Ummu Salamah.

Beberapa Sikap Cemerlang pada Masa Hidup Ummu Salamah.

Di antara sikap agungnya adalah apa yang ditunjukkannya pada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. pada hari (perjanjian) Hudaibiyah. Pada waktu itu ia menyertai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. dalam perjalanannya menuju Mekah dengan tujuan menunaikan umrah, tetapi orang-orang musyrik mencegah mereka untuk memasuki Mekah, dan terjadilah Perjanjian Hudaibiyah antara kedua belah pihak.

Akan tetapi, sebagian besar kaum muslimin merasa dikhianati dan merasa bahwa orang-orang musyrik menyianyiakan sejumlah hak-hak kaum muslimin. Di antara mayonitas yang menaruh dendam itu adalah Umar bin al-Khaththab, yang berkata kepada Rasulullah dalam percakapannya dengan beliau, “Atas perkara apa kita serahkan nyawa di dalam agama kita?” Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menjawab, “Saya adalah hamba Allah dan rasul-Nya. Aku tidak akan menyalahi perintah-Nya, dan Dia tidak akan menyianyiakanku.”

Akan tetapi, tanda-tanda bahaya semakin memuncak setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menyuruh kaum muslimin melaksanakan penyembelihan hewan qurban kemudian bercukur, tetapi tidak seorang pun dari mereka melaksanakannya. Beliau mengulang seruannya tiga kali tanpa ada sambutan.

Beliau menemui istrinya, Ummu Salamah, dan menceritakan kepadanya tentang sikap kaum muslimin. Ummu Salamah berkata, “Wahai Nabi Allah, apakah engkau menginginkan perintah Allah ini dilaksanakan oleh kaum muslimin? Keluarlah engkau, kemudian janganlah mengajak bicara sepatah kata seorang pun dari mereka sampai engkau menyembelih qurbanmu serta memanggil tukang cukur yang mencukurmu.”

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. kagum atas pendapatnya dan bangkit mengerjakan sebagaimana yang diusulkan Ummu Salamah. Tatkala kaum muslimin melihat Rasulullah mengerjakan hal itu tanpa berkata kepada mereka, mereka bangkit dan menyembelih serta sebagian dari mereka mulai mencukur kepala sebagian yang lain tanpa ada perasaan keluh kesah dan penyesalan atas tindakan Rasulullah yang mendahului mereka.

Ummu Salamah telah menyertai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. di banyak peperangan, yaitu peperangan Khaibar, Pembebasan Mekah, pengepungan Tha’if, peperangan Hawazin, Tsaqif kemudian ikut bersama beliau di Haji Wada’.

Kita tidak melupakan sikapnya terhadap Umar bin al-Khaththab, tatkala Urnar datang kepadanya dan mengajak bicara tentang perkara keperluan Ummahatul-Mukminin kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. serta kekasaran mereka terhadap Rasulullah. Maka ia berkata, “Engkau ini aneh, wahai anak al-Khaththab. Engkau telah ikut campur di setiap perkara sehingga ingin mencampuri urusan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. beserta istri-istrinya?”

Setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. meninggal dunia ia senantiasa mengenang beliau dan sangat berduka cita atas kewafatannya. Beliau senantiasa banyak melakukan puasa dan beribadah, tidak kikir pada ilmu, serta meriwayatkan hadits yang berasal dan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.

Telah diriwayatkannya sekian banyak hadits shahih yang bersumber dari Rasulullah dan suaminya, Abu Salamah, serta dari Fathimah az-Zahraa Sedangkan orang yang meriwayatkan darinya banyak sekali, di antara mereka adalah anak-anaknya dan para pemuka dan sahabat serta ahli hadits.

Di antara beberapa sikapnya yang nyata adalah pada hari pembebasan kota Mekah. Waktu itu Nabi keluar dari Madinah bersarna bala tentaranya dengan kehebatan dan jumlah yang belum pernah disaksikan oleh bangsa Arab, sehingga orang-orang musyrik Quraisy merasa takut, dan mereka keluar dari rumah dengan rnaksud menemui Rasulullah untuk bertobat dan menyatakan keislaman mereka.

Termasuk dari mereka, Abu Sufyan bin al-Harts bin Abdul-Muththalib (anak paman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.) dan Abdullah bin Abi Umayyah bin al-Mughirah (anak bibi [dari ayah] Rasulullah, saudara Ummu Salamah sebapak). Ketika mereka berdua meminta izin masuk menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam., beliau enggan memberi izin masuk bagi keduanya disebabkan penyiksaan mereka yang keras terhadap kaurn muslimin menjelang beliau hijrah dari Mekah.

Maka berkatalah Ummu Salamah kepada Rasulullah dengan perasaan iba terhadap keluarganya sendiri dan juga keluarga Rasulullah, “Wahai Rasulullah, mereka berdua adalah anak parnanmu dan anak bibirnu (dan ayah) serta iparmu.” Rasulullah menjawab, “Tidak ada keperluan bagiku dengan mereka berdua. Adapun anak parnanku, aku telah diperlakukan olehnya dengan tidak baik. Adapun anak bibiku (dari ayah) serta iparku telah berkata di Mekah dengan apa yang ia katakan.”

Pernyataan itu telah sampai kepada Abu Sufyan, anak paman Rasulullah. Maka ia berkata, “Demi Allah, ia harus mengizinkanku atau aku mengambil anak ini dengan kedua tanganku -pada saat itu ia bersama anaknya, Ja’far- kemudian karni harus berkelana di dunia sehingga mati kehausan dan kelaparan.”

Lalu Ummu Salamah memberitahukan perkataan Abu Sufyan tersebut kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. dengan kembali memohon rasa belas kasih. Akhirnya hati beliau menjadi luluh, lalu mengizinkan keduanya masuk. Maka masuklah keduanya dan menyatakan keislaman serta bertobat di hadapan Rasulullah.

Sikapnya terhadap Fitnah

Ummu Salamah selalu berada di rumahnya, senantiasa ikhlas beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menjaga Sunnah suaminya tercinta pada masa (khilafah) Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin al-Khaththab..

Pada masa khilafah Utsman bin Affan ia melihat kegoncangan situasi serta perpecahan kaum muslimin di seputar khalifah. Bahaya fitnah sernakin memuncak di langit kaum muslirnin. Maka ia pergi menernui Utsman dan menasihatinya supaya tetap berpegang teguh pada petunjuk Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. serta petunjuk Abu Bakar dan Umar bin al-Khaththab, tidak menyimpang dan petunjuk tersebut selama-lamanya.

Apa yang dikhawatirkan Ummu Salamah terjadi juga, yaitu peristiwa terbunuhnya Utsman yang saat itu tengah membaca Al-Qur’an dan angin fitnah tengah bertiup kencang terhadap kaurn muslimin.

Saat Wafatnya

Pada tahun ke-59 hijriah, usia Ummu Salamah telah mencapai 84 tahun. Usia tua dan pikun merambah di pertambahan umurnya. Allah ta’ala mengangkat rohnya yang suci naik ke atas menuju hadirat-Nya. Ia meninggal dunia setelah hidup dengan aktivitas yang dipenuhi oleh pengorbanan, jihad, dan kesabaran di jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Beliau dishalatkan oleh Abu Hurairah r.a. dan dikuburkan di al-Baqi’ di samping kuburan Ummahatul-Mukminin lainnya.

Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Ummu Salamah. dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.

Sumber: Buku Dzaujatur-Rasulullah , Karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh Selengkapnya...

Kisah Sahabiyyah: Aisyah binti Abu BAkar radhiyallahu 'anha

Aisyah adalah istri Nabi Shallalahu ‘alaihi Wassalam putri Abu Bakar ash-Shiddiq teman dan orang yang paling dikasihi Nabi, Aisyah masuk Islam ketika masih kecil sesudah 18 orang yang lain. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam memperistrinya pada tahu 2 H.

Beliau mempelajari bahasa, Syair, ilmu kedokteran, nasab nasab dan hari hari Arab . Berkata Az-Zuhri “ Andaikata ilmu yang dikuasai Aisyah dibandingkan dengan yang dimiliki semua istri Nabi Shallallahu ’alaihi Wassalam dan ilmu seluruh wanita niscaya ilmu Aisyah yang lebih utama”. Urwah mengatakan “ aku tidak pernah melihat seorangpun yang mengerti ilmu kedokteran, syair dan fiqh melebihi Aisyah”.

Aisyah meriwayatkan 2.210 hadits, diantara keistimewaannya beliau sendiri kadang-kadang mengeluarkan beberapa masalah dari sumbernya, berijtihad secara khusus, lalu mencocokannya dengan pendapat pada sahabat yang alim. Berkenaan dengan keahlian Aisyah, Az-Zarkasyi mengarang sebuah kitab khusus berjudul Al-Ijabah li Iradi mastadrakathu Aisyah ‘ala ash Shahabah.

Hadits yang dinisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menyatakan bahwa beliau bersabda “ Ambillah separuh agama kalian dari istriku yang putih ini “, Sesungguhnya hadist ini tidak bersanad. Ibnu Hajar. Al-Mizzi, Adz Dzahabi dan Ibnu Katsir menandaskan bahwa hadist itu dusta dan dibuat buat.

Aisyah meriwayatkan hadits dari ayahnya Abu Bakar, dari Umar, Sa’ad bin Abi Waqqash, Usaid bin Khudlair dan lain lain. Sedangkan sahabat yang meriwayatkan dari beliau ialah Abu Hurairah, Abu Musa al-Asy’ari, Zaid bin Khalid al-Juhniy, Syafiyah binti Syabah dan beberapa yang lain. Tabi’in yang mengutip beliau ialah: Sa’id bin al-Musayyab, alqamah bin Qais, Masruq bin al-Ajda, Aisyah binti Thalhal, Amran binti Abdirrahman, dan Hafshah binti Sirin. Ketiga wanita yang disebutkan terakhir adalah murid murid Aisyah yang utama Ilmu Fiqh.

Sanad yang paling shahih adalah yang diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id dan Ubaidullah bin Umar bin Hafshin, dari Al Qasim bin Muhammad, dari Aisyah. Juga diriwayatkan oleh az-Zuhri atau Hisyam bin Urwah, dari Urwah bin az-Zubair, dari Aisyah. Yang paling Dlaif adalah yang diriwayatkan oleh al-Harits bin Syabl, dari Umm an Nu’man dari Aisyah.

Aisyah wafat pada 57 H, dan Abu Hurairah ikut mensholatkannya.

Disalin dari Biografi Sayyidah Aisyah dalam Al-Ishabah, kitab an-Nis no 701; Thabaqat Ibn Sa’ad 8/39 Selengkapnya...

PEDOMAN DALAM BERINTERAKSI DENGAN ULAMA

1. Ulama dikenali dengan ilmunya
Ilmu adalah pembeda yang membedakan mereka dari selainnya. Apabila manusia tidak mengetahui (hukum suatu perkara) mereka menyampaikan dengan ilmu yang diwarisi dari imam para rasul yaitu Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

2. Ulama diketahui dengan kekokohan pijakan mereka ketika merebak syubhat
Ketika banyak pemahaman-pemahaman yang tergelincir dan tidak selamat kecuali orang-orang yang Allah Ta’ala anugrahkan kepada mereka ilmu, atau orang-orang yang mengikuti ahli ilmu. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu)”. (Qs. An-Nisaa’: 83)

Al Imam Hasan Al Bashri Rahimahullah berkata, “Sesungguhnya fitnah apabila datang diketahui oleh semua ulama dan apabila telah pergi diketahui oleh semua orang jahil”. Dinukil dari Wujubul Irtibath

3. Ulama juga dapat dikenal dengan jihad mereka, dan dakwah mereka kepada jalan Allah Ta’ala
Mereka mengorbankan waktunya (karena Allah Ta’ala), dan mereka bersungguh-sungguh dijalan Allah Ta’ala.

Al Imam Ahmad Rahimahullah berkata, “Yang tersisa dari para ulama, mereka menyeru orang-orang sesat kepada petunjuk dan bersabar dari gangguan mereka. Dengan Kitabullah mereka menghidupkan (hati-hati) yang telah mati dan membuka orang-orang yang buta dengan cahaya Allah Subhanahu Wa Ta’aala. Berapa banyak pembunuh-pembunuh Iblis yang sudah mereka hidupkan dan berapa banyak orang-orang sesat mereka tunjuki. Alangkah besar jasa mereka kepada manusia dan alangkah buruk balasan orang-orang kepada para ulama. Mereka menepis dari Kitabullah penyimpangan orang-orang yang kelewat batas dan penyelewengan orang-orang yang batil dan ta’wilan orang-orang jahil”. Dinukil dari Wujubul Irtibath dan lihat Ar-Radd ‘Ala Az-Zanadiqah wal Jahmiyah hal 6.

4. Ulama dikenal dengan ibadah dan rasa takut mereka kepada Allah Ta’ala
Karena mereka orang yang paling tahu tentang Allah Ta’ala, Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (Qs. Faathir: 28)
Dan Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “Ilmu tidak dinilai dengan banyaknya hadits seseorang, karena ilmu adalah rasa takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’aala”. Lihat Wujubul Irtibath

5. Ulama dikenal dengan jauhnya mereka dari dunia dan kesenangannya
Al Imam Ibnu Rajab Al Hambali Rahimahullah berkata, “Al Hasan mengatakan: sesungguhnya faqih adalah orang yang zuhud terhadap dunia, cinta kepada akhirat, mengerti akan agamanya dan selalu beribadah kepada Rabb-nya”. Dinukil dari Wujubul Irtibath

6. Diantara tanda-tanda seseorang dikatakan alim (berilmu) adalah adanya kesaksian dari guru-gurunya bahwa ia seorang yang alim
Al Imam Malik Rahimahullah berkata, “Tidak boleh seseorang menganggap dirinya pantas memegang suatu urusan sebelum bertanya kepada orang yang lebih alim darinya, dan saya tidak berfatwa sampai saya bertanya kepada Rabi’ah dan Yahya bin Sa’id lalu keduanya memerintahkanku demikian, dan seandainya keduanya melarangku pasti tidak aku lakukan” (Dinukil dari Ibnu Hamdan dalam Sifat Al Fatwa wa Al Mustafti (7)).

Dan beliau juga berkata, “...tidak setiap orang yang ingin duduk dimasjid menyampaikan hadist dan berfatwa dibolehkan duduk sebelum ia bertanya kepada orang-orang shalih dan mereka yang memiliki keutamaan dan pandangan dimasjid (ulama). Apabila mereka menganggap orang tersebut ahli dalam hal itu, maka boleh baginya untuk duduk, dan saya tidak duduk sampai tujuh puluh orang ulama bersaksi bahwa saya layak untuk itu”. (Dinukilkan dari Ibnu Farhun dalam Ad-Diibaaj (21), dan lihat perkataan Ibnu Hamdan dalam Sifat Al Fatwa wa Al Mustafti (7)) Selengkapnya...

Kisah Perjalanan Dua Cahaya: Ruqayyah dan Ummu Kultsum radhiyallâhu ‘anhumâ

Penulis: Al-Ustadzah Ummu Abdirrahman Anisah bintu ‘Imran

Tumbuh beriringan bak dua kuntum bunga, berhias keindahan. Lepas dari belenggu ikatan, bertabur kemuliaan. Berlabuh di sisi kekasih nan dermawan, sang pemilik dua cahaya.

Lahir dua orang putri dari rahim ibunya, Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza radhiallahu ‘anha. Menyandang nama Ruqayyah dan Ummu Kultsum radhiallahu ‘anhuma, di bawah ketenangan naungan seorang ayah yang mulia, Muhammad bin ‘Abdillah bin ‘Abdil Muththalib Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sebelum datang masa sang ayah diangkat sebagai nabi Allah, Ruqayyah disunting oleh seorang pemuda bernama ‘Utbah, putra Abu Lahab bin ‘Abdul Muththalib, sementara Ummu Kultsum menikah dengan saudara ‘Utbah, ‘Utaibah bin Abi Lahab. Namun, pernikahan itu tak berjalan lama. Berawal dengan diangkatnya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai nabi, menyusul kemudian turun Surat Al-Lahab yang berisi cercaan terhadap Abu Lahab, maka Abu Lahab dan istrinya, Ummu Jamil, menjadi berang. Dia berkata kepada dua putranya, ‘Utbah dan ‘Utaibah yang menyunting putri-putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Haram jika kalian berdua tidak menceraikan kedua putri Muhammad!”

Kembalilah dua putri yang mulia ini dalam keteduhan naungan ayah bundanya, sebelum sempat dicampuri suaminya. Bahkan dengan itulah Allah selamatkan mereka berdua dari musuh-musuh-Nya. Ruqayyah dan Ummu Kultsum pun berislam bersama ibunda dan saudari-saudarinya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ganti yang jauh lebih baik. Ruqayyah bintu Rasulullah radhiallahu ‘anha disunting oleh seorang sahabat mulia, ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu.

Sebagaimana kaum muslimin yang lain, mereka berdua menghadapi gelombang ujian yang sedemikian dahsyat melalui tangan kaum musyrikin Mekkah dalam menggenggam keimanan. Hingga akhirnya, pada tahun kelima setelah nubuwah, Allah Subhanahu wa Ta’alabukakan jalan untuk hijrah ke bumi Habasyah, menuju perlindungan seorang raja yang tidak pernah menzalimi siapa pun yang ada bersamanya. ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu membawa istrinya di atas keledai, meninggalkan Mekkah, bersama sepuluh orang sahabat yang lainnya, berjalan kaki menuju pantai. Di sana mereka menyewa sebuah perahu seharga setengah dinar.

Di bumi Habasyah, Ruqayyah radhiallahu ‘anha melahirkan seorang putra yang bernama ‘Abdullah. Akan tetapi, putra ‘Utsman ini tidak berusia panjang. Suatu ketika, ada seekor ayam jantan yang mematuk matanya hingga membengkak wajahnya. Dengan sebab musibah ini, ‘Abdullah meninggal dalam usia enam tahun.

Perjalanan mereka belum berakhir. Saat kaum muslimin meninggalkan negeri Makkah untuk hijrah ke Madinah, mereka berdua pun turut berhijrah ke negeri itu. Begitu pun Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha, berhijrah bersama keluarga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Selang berapa lama mereka tinggal di Madinah, bergema seruan perang Badr. Para sahabat bersiap untuk menghadapi musuh-musuh Allah. Namun bersamaan dengan itu, Ruqayyah bintu Rasulullah radhiallahu ‘anha diserang sakit. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu untuk tetap tinggal menemani istrinya.

Ternyata itulah pertemuan mereka yang terakhir. Di antara malam-malam peristiwa Badr, Ruqayyah bintu Rasulullah radhiallahu ‘anhakembali ke hadapan Rabbnya karena sakit yang dideritanya. ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu sendiri yang turun untuk meletakkan jasad istrinya di dalam kuburnya.

Saat diratakan tanah pekuburan Ruqayyah radhiallahu ‘anha, terdengar kabar gembira kegemilangan pasukan muslimin melibas kaum musyrikin yang diserukan oleh Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu. Kedukaan itu berlangsung bersama datangnya kemenangan, saat Ruqayyah bintu Muhammad radhiallahu ‘anha pergi untuk selama-lamanya pada tahun kedua setelah hijrah.

Sepeninggal Ruqayyah radhiallahu ‘anha, ‘Umar bin Al Khaththab radhiallahu ‘anhu menawarkan kepada ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu untuk menikah dengan putrinya, Hafshah bintu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma yang kehilangan suaminya di medan Badr. Namun saat itu ‘Utsman dengan halus menolak. Datanglah ‘Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu ke hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallammengadukan kekecewaannya.

Ternyata Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihkan yang lebih baik dari itu semua. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminang Hafshahradhiallahu ‘anha untuk dirinya, dan menikahkan ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu dengan putrinya, Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha. Tercatat peristiwa ini pada bulan Rabi’ul Awwal tahun ketiga setelah hijrah.

Enam tahun berlalu. Ikatan kasih itu harus kembali terurai. Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha kembali ke hadapan Rabbnya pada tahun kesembilan setelah hijrah, tanpa meninggalkan seorang putra pun bagi suaminya. Jasadnya dimandikan oleh Asma’ bintu ‘Umais dan Shafiyah bintu ‘Abdil Muththalib radhiallahu ‘anhuma. Tampak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menshalati jenazah putrinya. Setelah itu, beliau duduk di sisi kubur putrinya. Sembari kedua mata beliau berlinang air mata, beliau bertanya, “Adakah seseorang yang tidak mendatangi istrinya semalam?” Abu Thalhah menjawab, “Saya.” Kata beliau, “Turunlah!”

Jasad Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha dibawa turun dalam tanah pekuburannya oleh ‘Ali bin Abi Thalib, Al-Fadhl bin Al-‘Abbas, Usamah bin Zaid serta Abu Thalhah Al-Anshari radhiallahu ‘anhu. Ruqayyah dan Ummu Kultsum, dua putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, semoga Allah meridhai keduanya….

Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

Sumber bacaan:

Al-Isti’ab, karya Al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr (hal. 1038, 1839-1842, 1952-1953)
Ath-Thabaqatul Kubra, karya Al-Imam Ibnu Sa’d (8/36-38)
Ats-Tsiqat, karya Al-Imam Ibnu Hibban (2/105)
Fathul Bari, karya Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani (7/188)
Siyar A’lamin Nubala, karya Al-Imam Adz-Dzahabi (2/250-253)
Tahdzibul Kamal, karya Al-Imam Al-Mizzi (19/448)

Selengkapnya...

Kisah Sahabiyyah: Khadijah bintu Khuwailid: Penopang Duka Khairul Anam

Penulis: Ummu ‘Abdirrahman Anisah bintu ‘Imran

Siapakah yang menyangka saat itu, keharuman pribadinya kelak akan merebak di sepanjang sejarah Islam di setiap dada kaum muslimin? Siapakah yang menyangka, bahwa wanita yang mulia ini akan mendapatkan sebuah keutamaan yang besar yang telah ditetapkan Allah baginya? Siapakah yang menyangka, wanita cantik jelita ini akan mendampingi manusia yang paling mulia dalam rentang awal perjalanan dakwahnya? Siapakah yang menyangka saat itu…?

Muslimin manakah yang tak pernah mendengar sebutan namanya? Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay Al-Qurasyiyah Al-Asadiyah radhiyallahu‘anha yang tercatat sebagai istri Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam sekaligus wanita pertama yang membenarkan pengangkatan Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam sebagai nabi dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya Shallallahu `alaihi Wasalam.

Sebelumnya dia dikenal sebagai seorang wanita yang menjaga kehormatan dirinya sehingga melekatlah sebutan ath-thaahirah pada dirinya. Dia seorang janda dari suaminya yang terdahulu, Abu Halah bin Zararah bin an-Nabbasy bin ‘Ady at-Tamimi, kemudian menikah dengan ‘Atiq bin ‘A`idz bin ‘Abdillah bin ‘Umar bin Makhzum. Saat dia kembali menjanda, seluruh pemuka Quraisy mengangankan agar dapat menyuntingnya.

Sebagaimana umumnya Quraisy yang hidup sebagai pedagang, Khadijah radhiyallahu‘anha adalah wanita pedagang yang mulia dan banyak harta. Tiada yang mengira, ternyata pekerjaannya itu akan mengantarkan pertemuannya dengan manusia yang paling mulia, Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam.

Ia memberikan tawaran kepada seorang pemuda bernama Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam untuk membawa hartanya ke Syam, disertai budaknya yang bernama Maisarah. Perdagangan yang dibawa oleh Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam itu memberikan keuntungan yang berlipat. Tak hanya itu, Maisarah pun membawa buah tutur yang mengesankan tentang diri Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam.

Penuturan Maisarah membekas dalam hati Khadijah radhiyallahu`anha. Dia pun terkesan pada kejujuran, amanah, dan kebaikan akhlak Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam. Tersimpan keinginan yang kuat dalam dirinya untuk memperoleh kebaikan itu, hingga diutuslah seseorang untuk menjumpai beliau dan menyampaikan hasratnya. Dia tawarkan dirinya untuk dipersunting Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam, seorang pemuda yang saat itu berusia dua puluh lima tahun. Gayung pun bersambut.

Namun, ayah Khadijah enggan untuk menikahkannya. Khadijah, wanita yang cerdas itu tak tinggal diam. Ia tak ingin terluput dari kebaikan yang telah bergayut dalam angannya. Dibuatnya makanan dan minuman, diundangnya ayah beserta teman-temannya dari kalangan Quraisy. Mereka pun makan dan minum hingga mabuk. Saat itulah Khadijah mengemukakan kepada ayahnya, “Sesungguhnya Muhammad bin ‘Abdillah telah mengkhitbahku, maka nikahkanlah aku dengannya.” Dinikahkanlah Khadijah dengan Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam, dan segera Khadijah memakaikan wewangian dan perhiasan pada diri ayahnya, sebagaimana kebiasaan mereka pada saat itu.

Tatkala sadar dari mabuknya, ayah Khadijah mendapati dirinya mengenakan wewangian dan perhiasan. Ia bertanya keheranan, “Mengapa aku? Apa ini?” Khadijah berkata kepada ayahnya, “Engkau telah menikahkanku dengan Muhammad bin ‘Abdillah.” Ayahnya pun berang, “Apakah aku akan menikahkanmu dengan anak yatim Abu Thalib? Tidak, demi umurku!” Khadijah menjawab, “Apakah engkau tidak malu, engkau ingin menampakkan kebodohanmu di hadapan orang-orang Quraisy dengan menyatakan kepada mereka bahwa engkau saat itu menikahkanku dalam keadaan mabuk?” Tak henti-henti Khadijah berucap demikian hingga ayahnya ridha.
Wanita jelita itu, Khadijah radhiyallahu‘anha, mendapati kembali belahan hatinya dalam usia empat puluh tahun. Tergurat peristiwa ini dalam sejarah lima belas tahun sebelum Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam diangkat sebagai nabi.

Allah Subhanahu wa Ta`ala telah menentukan Khadijah radhiyallahu`anha mendampingi seorang nabi. Awal mula wahyu turun kepada Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam berupa mimpi yang baik yang datang dengan jelas seperti munculnya cahaya subuh. Kemudian Allah jadikan beliau Shallallahu `alaihi Wasalam gemar menyendiri di gua Hira’, ber-tahannuts beberapa malam di sana. Lalu biasanya beliau kembali sejenak kepada keluarganya untuk menyiapkan bekal. Demikian yang terus berlangsung, hingga datanglah al-haq, dibawa oleh seorang malaikat.

Peristiwa ini sangat mengguncang hati Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam. Bergegas-gegas beliau kembali menemui Khadijah radhiyallahu`anha dalam keadaan takut dan berkata, “Selimuti aku, selimuti aku!” Diselimutilah Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam hingga beliau merasa tenang dan hilang rasa takutnya. Kemudian mulailah beliau mengisahkan apa yang terjadi pada dirinya. Beliau mengatakan kepada Khadijah, “Aku khawatir terjadi sesuatu pada diriku.”

Mengalirlah tutur kata penuh kebaikan dari lisan Khadijah radhiyallahu`anha, membiaskan ketenangan dalam dada suaminya, “Tidak, demi Allah. Allah tidak akan merendahkanmu selama-lamanya. Sesungguhnya engkau adalah seorang yang suka menyambung kekerabatan, menanggung beban orang yang kesusahan, memberi harta pada orang yang tidak memiliki, menjamu tamu dan membantu orang yang membela kebenaran.”

Lalu Khadijah radhiyallahu`anha membawa suaminya menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza, anak paman Khadijah radhiyallahu`anha, seorang yang beragama Nashrani pada masa itu dan telah menulis al-Kitab dalam bahasa Ibrani. Dia adalah seorang laki-laki yang lanjut usia dan telah buta. Khadijah radhiyallahu`anha berkata padanya, “Wahai anak pamanku, dengarkanlah penuturan anak saudaramu ini.” Waraqah pun bertanya, “Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat?”

Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam menuturkan pada Waraqah apa yang beliau lihat. Setelah itu, Waraqah mengatakan, “Itu adalah Namus yang Allah turunkan kepada Musa. Aduhai kiranya aku masih muda pada saat itu! Aduhai kiranya aku masih hidup ketika kaummu mengusirmu!” Mendengar itu, Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?” Waraqah menjawab, “Ya. Tidak ada seorang pun yang membawa seperti yang engkau bawa kecuali pasti dimusuhi. Kalau aku menemui masa itu, sungguh-sungguh aku akan menolongmu.” Namun tak lama kemudian, Waraqah meninggal.

Inilah kiprah pertama Khadijah bintu Khuwailid radhiyallahu`anha semenjak masa nubuwah. Dia pulalah orang pertama yang shalat bersama Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam dan ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu`anha. Terus mengalir dukungan dan pertolongan Khadijah radhiyallahu`anha kepada Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam dalam menghadapi kaumnya. Setiap kali beliau mendengar sesuatu yang tidak beliau sukai dari kaumnya, beliau menjumpai Khadijah radhiyallahu`anha. Lalu Khadijah pun menguatkan hati beliau, meringankan beban yang beliau rasakan dari manusia.

Tak hanya itu kebaikan Khadijah radhiyallahu`anha. Dia berikan apa yang dimiliki kepada suami yang dicintainya. Bahkan ketika Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam menampakkan rasa senangnya pada Zaid bin Haritsah, budak yang berada di bawah kepemilikannya, Khadijah pun menghibahkan budak itu kepada suaminya. Inilah yang mengantarkan Zaid memperoleh kemuliaan menjadi salah satu orang yang terdahulu beriman.

Dialah Khadijah bintu Khuwailid radhiyallahu`anha. Kemuliaan itu telah diraihnya semenjak ia masih ada di muka dunia. Tatkala Jibril `Alaihis Salam datang kepada Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam dan mengatakan, “Wahai Rasulullah, ini dia Khadijah. Dia akan datang membawa bejana berisi makanan atau minuman. Bila ia datang padamu, sampaikanlah salam padanya dari Rabbnya dan dariku, dan sampaikan pula kabar gembira tentang rumah di dalam surga dari mutiara yang berlubang, yang tak ada keributan di dalamnya, dan tidak pula keletihan.”

Tiba pungkasnya masa Khadijah radhiyallahu`anha mendampingi suaminya yang mulia. Khadijah radhiyallahu`anha kembali kepada Rabbnya `Azza wa Jalla, tak lama berselang setelah meninggalnya Abu Thalib, paman Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam. Tahun itu menjadi tahun berduka bagi Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam. Kaum musyrikin pun semakin berani mengganggu beliau sampai akhirnya Allah perintahkan beliau untuk meninggalkan Makkah menuju negeri hijrah, Madinah, tiga tahun setelah itu.

Khadijah bintu Khuwailid radhiyallahu`anha. Kemuliaannya, kebaikannya dan kesetiaannya senantiasa dikenang oleh Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam hingga merebaklah kecemburuan ‘Aisyah radhiyallahu`anha, “Bukankah dia itu hanya seorang wanita tua yang Allah telah mengganti bagimu dengan yang lebih baik darinya?” Perkataan itu membuat Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam marah, “Tidak, demi Allah. Tidaklah Allah mengganti dengan seseorang yang lebih baik darinya. Dia beriman ketika manusia mengkufuriku, dia membenarkan aku ketika manusia mendustakanku, dia memberikan hartanya padaku saat manusia menahan hartanya dariku, dan Allah memberikan aku anak darinya yang tidak diberikan dari selainnya.”

Khadijah bintu Khuwailid radhiyallahu`anha. Kemuliaan itu telah dijanjikan melalui lisan mulia Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasalam, “Wanita ahli surga yang paling utama adalah Khadijah bintu Khuwailid, Fathimah bintu Muhammad Shallallahu `alaihi Wasalam, Maryam bintu ‘Imran, dan Asiyah bintu Muzahim istri Fir’aun.” Semoga Allah meridhainya.
Wallahu ta`ala a’lamu bish-shawab.

(Hadiah untuk putriku tersayang, Khadijah bintu Abi Ishaq, untuk suamiku tercinta dan untuk istri-istri suamiku yang mulia)

(Disusun oleh Ummu ‘Abdirrahman Anisah bintu ‘Imran)

DAFTAR PUSTAKA:
Al-Ishabah, Al-Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqalani
Mukhtashar Sirah ar-Rasul, Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab
Shahih Al-Bukhari, Al-Imam Al-Bukhari
Shahih As-Sirah An-Nabawiyah, Asy-Syaikh Ibrahim Al-‘Aly
Siyar A’lamin Nubala’, Al-Imam Adz-Dzahabi

Selengkapnya...

Khalifatur Rasyid: Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu

Nama dan Nasab beliau:

Nama Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muththalib bin Hasyim. Abu Thalib adalah saudara kandung Abdullah bin Abdul Muththalib, ayah baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Jadi Ali bin Abi Thalib adalah saudara sepupu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau dijuluki Abul Hasan dan Abu Turab.

Semenjak kecil beliau hidup diasuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, karena ayahnya terlalu banyak beban dan tugas yang sangat banyak dan juga banyak keluarga yang harus dinafkahi, sedangkan Abu Thalib hanya memiliki sedikit harta semenjak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih anak-anak.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengasuhnya sebagai balas budi terhadap pamannya, Abu Thalib yang telah mengasuh beliau ketika beliau tidak punya bapak dan ibu serta kehilangan kakek tercintanya, Abdul Muththalib.

Ali bin Abi Thalib masuk Islam:

Mayoritas ahli sejarah Islam menganggap bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah orang kedua yang masuk Islam setelah Khadijah radhiyallahu ‘anha, di mana usia beliau saat itu masih berkisar antara 10 dan 11 tahun. Ini adalah suatu kehormatan dan kemuliaan bagi beliau, di mana beliau hidup bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan terdepan memeluk Islam. Bahkan beliau adalah orang pertama yang melakukan shalat berjamaah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana ditulis oleh al-Askari (penulis kitab al-Awa`il).

Sifat fisik dan kepribadian beliau:

Beliau adalah sosok yang memiliki tubuh yang kekar dan lebar, padat berisi dengan postur tubuh yang tidak tinggi, perut besar, warna kulit sawo matang, berjenggot tebal berwarna putih seperti kapas, kedua matanya sangat tajam, murah senyum, berwajah tam-pan, dan memiliki gigi yang bagus, dan bila berjalan sangat cepat.

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah sosok manusia yang hidup zuhud dan sederhana, memakai pakaian seadanya dan tidak terikat dengan corak atau warna tertentu. Pakaian beliau berbentuk sarung yang tersimpul di atas pusat dan menggantung sampai setengah betis, dan pada bagian atas tubuh beliau adalah rida’ (selendang) dan bahkan pakaian bagian atas beliau bertambal. Beliau juga selalu mengenakan kopiah putih buatan Mesir yang dililit dengan surban.

Ali bin Abi Thalib juga suka memasuki pasar, menyuruh para pedagang bertakwa kepada Allah dan menjual dengan cara yang ma`ruf.

Beliau menikahi Fatimah az-Zahra putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan dikarunia dua orang putra, yaitu al-Hasan dan al-Husain.

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah sosok pejuang yang pemberani dan heroik, pantang mundur, tidak pernah takut mati dalam membela dan menegakkan kebenaran. Keberanian beliau dicatat di dalam sejarah, sebagai berikut:

a) Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ingin berhijrah ke Madinah pada saat rumah beliau dikepung di malam hari oleh sekelompok pemuda dari berbagai utusan kabilah Arab untuk membunuh Nabi, Nabi menyuruh Ali bin Abi Thalib shallallahu ‘alaihi wasallam tidur di tempat tidur beliau dengan mengenakan selimut milik beliau. Di sini Ali bin Abi Thalib benar-benar mempertaruhkan nyawanya demi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dengan penuh tawakal kepada Allah Ta’ala.

Keesokan harinya, Ali disuruh menunjukkan keberadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, namun beliau menjawab tidak tahu, karena beliau hanya disuruh untuk tidur di tempat tidurnya. Lalu beliau disiksa dan digiring ke Masjidil Haram dan di situ beliau ditahan beberapa saat, lalu dilepas.

b) Beliau kemudian pergi berhijrah ke Madinah dengan berjalan kaki sendirian, menempuh jarak yang sangat jauh tanpa alas kaki, sehingga kedua kakinya bengkak dan penuh luka-luka setibanya di Madinah.

c) Ali bin Abi Thalib terlibat dalam semua peperangan di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, selain perang Tabuk, karena saat itu beliau ditugasi menjaga kota Madinah. Di dalam peperangan-peperangan tersebut beliau sering kali ditugasi melakukan perang tanding (duel) sebelum peperangan sesungguhnya dimulai. Dan semua musuh beliau berhasil dilumpuhkan dan tewas. Dan beliau juga menjadi pemegang panji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Keutamaan Ali bin Abi Thalib radhiayallahu ‘anhu:

Keutamaan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu sangat banyak sekali. Selain yang telah disebutkan di atas, masih banyak lagi keutamaan dan keistimewaan beliau. Berikut ini di antaranya:

-Ali adalah manusia yang benar-benar dicintai Allah dan RasulNya.

Pada waktu perang Khaibar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bendera ini sungguh akan saya berikan kepada seseorang yang Allah memberikan kemenangan melalui dia, dia mencintai Allah dan RasulNya, dan dia dicintai Allah dan RasulNya.” Maka pada malam harinya, para sahabat ribut membicarakan siapa di antara mereka yang akan mendapat kehormatan membawa bendera tersebut. Dan keesokan harinya para sahabat datang menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, masing-masing berharap diserahi bendera. Namun beliau bersabda, “Mana Ali bin Abi Thalib?” Mereka menjawab, “Matanya sakit, ya Rasulullah.” Lalu Rasulullah menyuruh untuk menjemputnya dan Ali pun datang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyemburkan ludahnya kepada kedua mata Ali dan mendoakannya. Dan Ali pun sembuh seakan-akan tidak pernah terkena penyakit. Lalu beliau memberikan bendera kepadanya. Ali berkata, “Ya Rasulullah, aku memerangi mereka hingga mereka menjadi seperti kita.” Beliau menjawab, “Majulah dengan tenang sampai kamu tiba di tempat mereka, kemudian ajaklah mereka masuk Islam dan sampaikan kepada mereka hak-hak Allah yang wajib mereka tunaikan. Demi Allah, sekiranya Allah memberikan hidayah kepada seorang manusia melalui dirimu, sungguh lebih baik bagimu dari pada unta-unta merah.” (HR. Muslim, no. 2406).

-Jiwa juang Ali sangat melekat di dalam kalbunya, sehingga ketika Rasulullah ingin berangkat pada perang Tabuk dan memerintah Ali agar menjaga Madinah, Ali merasa keberatan sehingga mengatakan, “Apakah engkau meninggalkan aku bersama kaum perempuan dan anak-anak?”

Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam justru menunjukkan kedudukan Ali yang sangat tinggi seraya bersabda, “Apakah engkau tidak ridha kalau kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada kenabian sesudahku.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

-Beliau juga adalah salah satu dari sepuluh orang yang telah mendapat “busyra biljannah” (berita gembira sebagai penghuni surga), sebagaimana dinyatakan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam al-Mustadrak.

-Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyatakan kepada Ali radhiyallahu ‘anhu, “bahwa tidak ada yang mencintainya kecuali seorang Mukmin dan tidak ada yang membencinya, kecuali orang munafik.” (HR. Muslim)

-Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda kepada Ali radhiyallahu ‘anhu,

أَنْتَ مِنِّيْ وَأَنَا مِنْكَ.

“Engkau adalah bagian dariku dan aku adalah bagian darimu.” (HR. al-Bukhari).

-Beliau juga sangat dikenal dengan kepandaian dan ketepatan dalam memecahkan berbagai masalah yang sangat rumit sekalipun, dan beliau juga seorang yang memiliki `abqariyah qadha’iyah (kejeniusan dalam pemecahan ketetapan hukum) dan dikenal sangat dalam ilmunya. (Lihat: Aqidah Ahlussunnah fi ash-Shahabah, jilid I, halaman 283).

Ali bin Abi Thalib menjadi Khalifah:

Ketika Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah keempat, situasi dan suasana kota Madinah sangat mencekam, dikuasai oleh para pemberontak yang telah menodai tanah suci Madinah dengan melakukan pembunuhan secara keji terhadap Khalifah ketiga, Uts-man bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu.

Ali bin Abi Thalib dalam pemerintahannya benar-benar menghadapi dilema besar yang sangat rumit, yaitu:

1) Kaum pemberontak yang jumlahnya sangat banyak dan menguasai Madinah.

2) Terbentuknya kubu penuntut penegakan hukum terhadap para pemberontak yang telah membunuh Utsman bin ‘Affan, yang kemudian melahirkan perang saudara, perang Jamal dan Shiffin.

3) Kaum Khawarij yang dahulunya adalah para pendukung dan pembela beliau kemudian berbalik memerangi beliau.

Namun dengan kearifan dan kejeniusan beliau dalam menyikapi berbagai situasi dan mengambil keputusan, beliau dapat mengakhiri pertumpahan darah itu melalui albitrasi (tahkim), sekalipun umat Islam pada saat itu masih belum bersatu secara penuh.

Abdurrahman bin Muljam, salah seorang pentolan Khawarij memendam api kebencian terhadap Ali bin Abi Thalib, karena dianggap telah menghabisi rekan-rekannya yang seakidah, yaitu kaum Khawarij di Nahrawan. Maka dari itu ia melakukan makar bersama dua orang rekannya yang lain, yaitu al-Barak bin Abdullah dan Amr bin Bakar at-Tamimi, untuk menghabisi Ali, Mu’awiyah dan Amr bin al-’Ash, karena dia anggap sebagai biang keladi pertumpahan darah.

Al-Barak dan Amr gagal membunuh Mu’awiyah dan Amr bin al-’Ash, sedangkan Ibnu Muljam berhasil mendaratkan pedangnya di kepala Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib, pada dini hari Jum’at, 17 Ramadhan, tahun 40 H. dan beliau wafat keesokan hari-nya.
Selengkapnya...